Blog yang Saya ikuti

Kamis, 23 Desember 2010

THE STUPID Hot Pants

Bagi para fasionista, hot pants menjadi salah satu tren yang sangat in di Jakarta dan sekitarnya. Jadi aku rasa, tidak perlu lagi dijelaskan disini, apa itu hot pants. Di halaman blog kali ini, aku ingin memaparkan kerugian menggunakan hot pants.

Pertama, memakai hot pants berarti memperbesar peluang kulit untuk RUSAK akibat polusi. (buka mata deh, http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Polusi+Udara+di+Jakarta&dn=20100304125156 )
Kedua, resiko kulit CACAT sangat besar buat yang pake hot pants, seiring dengan kemungkinan kulit akan terluka kalau-kalau kecelakaan motor ataupun mobil. ( faktanya : http://nasional.tvone.co.id/berita/view/33635/2010/02/24/kecelakaan_lalu_lintas_indonesia_peringkat_i_di_asean/ )
Ketiga, dan yang MESTI PALING DIINGAT, menggunakan hot pants itu DOSA. DOSA. DOSA. (dosa yang berlipat-lipat, *memamerkan aurat; *membuat dosa kaum adam yang memandangnya dengan nafsu yang artinya dosa juga buat yang menggunakan; de,el,el)
Keempat, hot pants dapat meningkatkan minat PENJAHAT untuk melakukan PELECEHAN se*sual. Naudzubillah. ( camkan ini ; http://www.kaskus.us/showthread.php?p=290150303 )

hot pants is STUPID THINGS.

Istighosah untuk saudara kita

Hari ini, menjelang pertandingan final aff 2010 pada tanggal 26 Desember 2010, diadakan ISTIGHOSAH untuk TIMNAS Indonesia di sebuah pesantren di Jakarta bernama ASSIDIQIYAH. Subhanallah. Begitu antusiasnya kita semua, memberikan semangat kepada timnas untuk berlaga/bertanding di Malaysia. Semoga Allah mengabulkan doa kita semua, yang menginginkan kemenangan bagi timnas Indonesia di aff.

Beginilah makna persaudaraan sesama muslim. Baik dekat maupun jauh, sesama muslim harus saling mendoakan. Baik masih hidup maupun sudah meninggal, kita tetap harus mendoakan saudara kita sesama muslim. Baik di Indonesia maupun di Palestina, kita harus saling mendoakan. Semoga, Istighosah seperti ini juga banyak diadakan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Yang mungkin sedang menangis, karena lapar atau kedinginan atau mungkin sedang dalam tawanan para biadab israel. Semoga kita tetap ingat untuk mendoakan saudara-saudara kita di Palestina, agar mereka diberikan perlindungan, kekuatan, dan keselamatan oleh Allah SWT.

Aku cinta Indonesia.
Aku cinta Islam.
Aku cinta saudara-saudaraku di Palestina.

Sabtu, 11 Desember 2010

arti hadirnya

sore tadi
baru saja kuterima telpon
kami tertawa bersama
aku tertawa

usai itu, di akhir telpon itu
ceritaku terputus
lalu tiba saatnya menunaikan solat magrib

teringat dirinya lagi
yang telah kembali
kepada Allah Yang Maha menciptakan

teringat, bagaimana ia mendengarkan kisah-kisahku
teringat, bagaimana ia menanggapi curahan hidupku
teringat, bagaimana kami menghabiskan waktu bersama
teringat, bagaimana ia mau menemaniku
teringat, bagaimana ia tidur dan menghabiskan malam
semua, kini
begitu nyata
dalam pikiranku, kenanganku

aku sayang ia
dan Allah lebih sayang lagi
Allah sayang kami
Allah sayang kami
dan kami sayang Allah
semoga, Allah memberinya ketenangan, kebahagiaan, keselamatan, kesejahteraan
untuk adik perempuanku tersayang

Jumat, 10 Desember 2010

awan putih di balik jendela (tamat)

Sementara raut muka Tara mulai menunjukkan ketidaknyamanan dengan kehadiran Wahyu dan Harun, Dilla justru berkata, "bolehlah, mau traktir dimana?". Tara spontan terhenyak mendengarnya dan menyahuti Dilla, "Dil, yang benar kamu! Terserah sajalah". Kemudian mereka berempat pun pergi dan mengobrol satu sama lain.

Sebenarnya, biarpun ulah Wahyu dan Harun ini aneh, namun mereka bukan macamnya pemuda tak tau diri ataupun tak sopan. Di kompleks, mereka terkenal mahir di bengkel, melakukan modifikasi mobil-mobil bersama Farhan. Orang-orang juga sering mengajak mereka partisipasi baik dalam kegiatan RT, RW, sampai kelurahan, seperti acara halal-bihalal, tahun baru, ataupun hanya sekedar kegiatan memperingati hari kemerdekaan RI, 17 Agustus. Itulah sebabnya, Dilla meng-iya-kan ajakan Wahyu saat itu.

Sambil menikmati segelas cappucino, kentang goreng, dan fruit salad, mereka akhirnya larut dalam pembicaraan yang menyenangkan. Pembawaan Harun yang sedikit 'asal bunyi' itu cukup menghangatkan suasana diantara mereka. Harun berkata, "kalian itu, belum tahu ya kalau menjadi perbincangan di bengkel? Setiap lewat bengkel, tidak pernah menoleh sama sekali, apalagi menyapa kita-kita. Kalau waktu acara tahun baru itu kalian tidak ikut partisipasi mengurus konsumsi, mana pernah kita tahu kalian sudah masuk tahun kedua di arsitektur UI. Hebat!". Kemudian, Wahyu menyambung pembicaraan, "betul, betul! Akhirnya bisa juga diajak ngobrol bareng disini, super sibuk sekali kalian ini". Tara dan Dilla pun sedikit tertawa mendengar perkataan Wahyu dan Harun. "jadi, kenapa kalian bisa tahu kita disini dan sering tahu tentang acara kuliah kita? Kalian itu jurusan apa di UI?", Dilla bertanya dengan nada penasaran. Dan Tara berkata, "kalian itu tidak ada kerjaan ya, mengikuti kita seperti bukan orang kuliahan saja". Lalu, Wahyu dan Harun menceritakan bahwa mereka saat ini sedang dalam proses menyelesaikan skripsi di tenik mesin UI. Sedangkan informasi perkuliahan Tara dan Dilla dapat dengan mudah mereka dapatkan dari kawan-kawan mereka di jurusan arsitektur. Mereka pun mengakui kalau beberapa kali mengikuti kemana Tara-Dilla pergi. Walaupun awalnya ide itu datang dari Wahyu, Harun sendiri menjadi tertarik dengan usulan Wahyu untuk mengikuti Tari-Dilla karena penasaran dengan sikap Tari-Dilla yang cuek dengan dunia bengkel yang padahal sering sekali di-elu-elu-kan oleh warga kompleks. Sedangkan, teman-teman perempuan satu kompleks lainnya sering datang ke bengkel, entah hanya sekadar mengobrol tentang perkembangan bengkel milik Farhan yang sukses hingga ke ranah para selebritis, ataupun meminta servis mobil. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Tara maupun Dilla. Selain itu, bengkel sedang ada rencana untuk mendesain ulang interior bengkel di tahun depan. Karena, sekarang semakin sering selebritis baru yang datang ke bengkel untuk memodifikasi mobil mereka. Farhan pun mengusulkan untuk mengajak Tara dan Dilla untuk bergabung dalam komunitas bengkel mereka, sehingga tidak perlu repot-repot mencari orang untuk bantu desain renovasi bengkel. Berhubung Tara-Dilla sama sekali tidak peduli dengan keberadaan bengkel, maka Wahyu dan Harun rela membuntuti.

Di lain pihak, Tara dan Dilla yang asyik dengan dunia arsitektur mereka, mengakui memang tidak mau ambil peduli dengan dunia bengkel, karena mereka sama sekali tidak punya urusan. Tetapi, setelah mendengar cerita tersebut, Tara yang sempat merasa terganggu dengan ulah aneh mereka, berubah pikiran dan antusias dengan tawaran mendesain bengkel. Begitu pula Dilla, dengan tenangnya berkata, "boleh saja bantu desain renovasi bengkel, asal cocok harganya". "oh, tentang harga sih, kita siap! Tenang saja", sahut Harun sambil berlagak. Akhirnya, suasana pikiran antara mereka semakin cerah seiring perbincangan mereka itu. Tanpa banyak pertimbangan lagi, Dilla dan Tara bersedia bergabung di komunitas bengkel sebagai renovator interior bengkel.

Kamis, 09 Desember 2010

awan putih di balik jendela

Kisah ini tentang dua orang perempuan cantik, bernama Tara dan Dilla. Keduanya mempunyai mata besar yang indah, tubuhnya proporsional dengan tinggi 170, dan fashionable. Hobi mereka pun sama, yaitu nyanyi di karaoke keluarga. Dan satu hal yang membuat mereka mencolok adalah karakteristik mereka yang CUEK. Entah dimana mereka, perilaku cuek mereka muncul begitu saja.

Tara dan Dilla bertetangga sejak kelas satu SMA. Waktu itu, Tara baru saja pindah dari Padang ke Jakarta. Rumah mereka berdua, bersebelahan. Mereka juga bersekolah di SMA yang sama. Secara otomatis, mereka menjadi sangat akrab satu sama lain. Bahkan kini, mereka mengambil jurusan yang sama di universitas yang sama pula, yaitu Arsitektur di Universitas Indonesia. Sehingga, tak heran bila hampir kemana saja pergi, mereka bersama-sama.

Senin pukul 8 pagi, ujian semester telah menanti mereka. Karena ini bulan Mei, itu artinya giliran Dilla yang menyetir mobil dari rumah ke kampus. Jam 6 pagi, Tara sudah menunggu Dilla di halaman rumah. "Wah, sudah standby ya!!", kata Dilla ketika keluar dari rumah sambil membuka pintu garasi mobilnya. "Harus dong! Kita kan ada ujian jam 9", sahut Tara. Dilla mengeluarkan mobilnya dari garasi dan mereka pun berangkat ke kampus mereka tercinta. Belum sampai keluar wilayah kompleks rumah, terdengar klakson dari belakang mobil mereka. Ternyata, Farhan, Wahyu, dan Harun berada di dalam mobil tersebut. Lalu, Tara langsung menerima sms dari Wahyu yang isinya, 'ada ujian ya? semoga sukses Tara-Dilla'.
"terima sms dari Wahyu lagi, Tar?", tanya Dilla. Tara menjawab, "iyalah. Tuh! Mereka dibelakang mobil kita", jawab Tara yang disusul suara hp Dilla berbunyi tanda pesan masuk. "Itu, paling Harun yang sms. Tolong bacakan, Tar", ucap Dilla masih tetap menyetir. 'Ibu Gina bilang, nanti ujian diawasi Yusuf. Ibu Gina masih di Palembang. Selamat ujian. Hehe...', tulis Harun dalam sms-nya. "wah, kok mereka bisa tau ya, Tar? dasar orang kurang kerjaan mereka", lanjut Dilla.

Farhan, Wahyu, dan Harun juga tinggal di satu kompleks perumahan yang sama dengan Tara dan Dilla. Namun, mereka berempat terkenal sebagai geng bengkel (karena sering terlihat di bengkel mobil milik Farhan). Sejak tahu bahwa Tara dan Dilla diterima di UI, geng bengkel jadi sering bertingkah aneh. Seperti mengikuti mobil mereka dari belakang, menjebak mereka di kafe secara tiba-tiba, atau hal-hal iseng lainnya. Sepertinya geng bengkel punya banyak informasi tentang mereka. Memang wajar saja, karena Wahyu dan Harun juga masih tercatat sebagai mahasiswa UI, entah jurusan apa. Sementara Farhan sudah sarjana teknik mesin ITB. Usut punya usut, geng bengkel merasa kaget dengan keberadaan mereka di UI. Karena geng bengkel pada awalnya menganggap remeh mereka, yang terlihat seperti anak perempuan manja, yang cuma bisa shopping dan biasanya hanya masuk universitas swasta saja. Apalagi, sejak berkuliah, Tara dan Dilla mulai mengenakan jilbab. Namun, sejauh tingkah aneh mereka tidak berlebihan, Tara dan Dilla tidak menanggapinya sama sekali. Sedikit banyak, mereka juga sudah tahu kelakuan geng bengkel ini sehari-harinya, jauh sebelum mereka berkuliah di UI.

Seusai ujian, Tara dan Dilla pergi menuju Pondok Indah, menghabiskan sisa hari itu di mall favorit mereka. Setelah makan di restoran jepang, mereka berkaroke ria selama dua jam penuh. Setelah keluar dari ruang karoke, ternyata Harun dan Wahyu ada di lobinya, sedang duduk-duduk. "Nah, itu mereka sudah keluar. Hai, Dilla! Tara! Ternyata kalian sering karoke juga, ya! Sama dong!", ucap Harun sambil bangun dari kursinya dan Wahyu lalu bertanya, "kalian sudah mau pulang? Tadi jalanan masih macet, lho!" Dilla menjawab, "oh, begitu ya. Terima kasih ya, infonya". "kalian itu, benar-benar kurang kerjaan ya, sering banget muncul tiba-tiba", sahut Tara. "gimana kalau kita ngobrol-ngobrol? aku traktir deh! Sambil menunggu jam macet-nya lewat", ajak Wahyu. Harun langsung sumringah, bersemangat dan berkata, "iya, lagipula sejak acara tahun baru RW kita kan belum pernah ngobrol lagi, hehe...".


bersambung....

Sabtu, 04 Desember 2010

taubat dan hijrah

keindahan sebuah hijrah
hidayah Allah SWT kepada manusia
terpancar dari raut wajah mereka
orang-orang yang mendapat ketenangan hati
jiwa dan hidup
sunggug indah taubat itu
mereka kembali bersih suci
bahkan aku mendengar
aku ingin, aku ingin
bertaubat dan berhijrah
mencintai Allah dan rasul-Nya
mencintai Islam, total
mencintai muslim, ikhlas
membersihkan hati dari segala debu jalan yang hitam
aku ingin, aku ingin
kemudian aku ingat bahwa
janganlah berputus asa dari rahmat Allah
Subhanallah, Alhamdulillah, laa ilaaha illallah, Allahu akbar

Balmer atom Hidrogen

A. DERET BALMER

Deret Balmer merupakan himpunan garis spectrum atom hydrogen yang bersangkutan dengan de-eksitasi ke edaran dengan bilangan satu utama n = 2. Garis dengan panjang gelombang terbesar 656,3 nm diberi lambang Hα disebelahnya yang panjang gelombangnya 486,3 nm diberi lambang Hβ , dan seterusnya. Ketika panjang gelombangnya bertambah kecil, garisnya didapatkan bertambah dekat dan intensitasnya lebih lemah sehingga batas deret pada 364,6 nm dicapai, diluar batas itu tidak terdapat lagi garis yang terpisah, hanya terdapat spectrum kontinu yang lemah.

Rumus Balmer untuk panjang gelombang dalam deret ini memenuhi

n = 3,4,5, …

Konstanta R dikenal sebagai tetapan Rydberg, yang mempunyai harga

R = 1,097 x 10-7 m-1

R = 0,01097 nm

Garis Hα bersesuaian dengan n = 3, garis Hβ dengan n = 4, dan seterusnya. Batas deret bersesuaian dengan n =∞, sehingga pada saat itu, panjang gelombangnya adalah 4/R sesuai dengan eksperimen. Deret Balmer hanya berisi panjang gelombang pada bagian tampak dari spectrum hydrogen. Garis spectral hydrogen dalam daerah ultra ungu (ultra violet) dari infra merah jatuh pada beberapa deret lain. Dalam daerah ultra ungu terdapat deret Lyman yang mengandung panjang gelombang yang ditentukan oleh rumus

1. Rumus Deret Spektral Hidrogen

Jika bilangan kuantum keadaan awal (energy lebih tinggi) ialah n1 dan bilangan kuantum akhir (energy lebih rendah) ialah nt, kiya nyatakan bahwa

Energy awal - Energi akhir = Energi Foton

Ei - Ef = h ν

Dengan ν menyatakan frekuensi foton yang dipancarkan. Dari persamaan berikut

En = - me4 1 = E1 n = 1,2,3 … (persamaan tingkat energy foton)

8ε2 h2 n2 n2

Maka kita peroleh

Ei – Ef = E1 - = - E1

Kita ingat bahwa sebelumnya E1 adalah bilangan negative (-13,6 eV), sehinggga E1 adalah bilangan positif. Frekuensi foton yang dipancarkan dalamtransisi ini adalah

ν = Ei – Ef = - E1 karena λ = c / ν, 1/ λ = ν / c

h h

dan - E1 ………………… spectrum hydrogen

h

Persamaan ini menyatakan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh atom hydrogen yang tereksitasi hanya mengandung panjang gelombang tertentu saja.

2. Menentukan Konstanta Rhydberg

Pengukuran panjang gelombang yang dipancarkan oleh atom hydrogen tereksitasi didasarkan pada prinsip interferensi dengan menggunakan kisi-kisi interferensi konstruktif terjadi bila beda lintasan merupakan kelipatan dari panjang gelombangnya.

· n λ = d sin θ

n = orde difraksi 1, 2, 3, …

3. Tingkat Energi dan Spektrum

Berbagai orbit yang diijinkan berkaitan dengan energy electron yang berbeda-beda. Energy electron En = -e2 dengan rn = n2 h2 εo

Dan En =

Tingkat energy ini negative karena electron tidak memiliki cukup energy untu melarikan diri dari atom. Deretan tingkat energy merupakan karakteristik semua atom. Kehadiran tingkat energy

Sabtu, 27 November 2010

Jalaluddin Rumi

Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan alhi matematika Omar Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.

Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio.

Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.

Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide.

Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik. Beberapa tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia menampilkannya sebagai imaji-imaji simbolik. Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa, Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang mencapai ma'rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang diliputi oleh cinta Ilahi.

Malcolm X

Malcolm X (lahir 19 Mei 1925 – meninggal 21 Februari 1965 pada umur 39 tahun) adalah tokoh Muslim dari kaum Afrika-Amerika yang ketokohannya dapat disandingkan dengan Dr. Martin Luther King yang berjuang menghapus segala macam diskriminasi lebih-lebih yang menimpa kaum Afrika-Amerika yang sering dikonotasikan dengan kaum negro yang terdiskriminasikan.

"Saya tahu masyarakat seringkali membunuh orang-orang yang berusaha mengubah mereka menjadi lebih baik. Jika saya mati dengan membawa cahaya bagi mereka dengan membawa kebenaran hakiki yang akan menghancurkan kanker rasisme yang menggerogoti tubuh Amerika Serikat (AS) semua itu terserah kepada Allah SWT. Sementara itu kesalahan atau kekhilafan dalam upaya saya itu semata-mata adalah dari saya sendiri". Demikianlah pesan terakhirnya dalam buku "Malcolm X", Sebuah Otobiografi yang ditulis oleh Alex Harley.

Malcolm X lahir pada tanggal 19 Mei 1925 di Omaha, Nebraska dengan nama asli Malcolm Little. ibunya bernama Louise Little dan ayahnya bernama Pendeta Earl, seorang pendeta baptis dan anggota UNIA (Universal Negro Improvement Association) yakni sebuah organisasi yang dirintis oleh Marcos Aurelius Garvey untuk mewadahi perbaikan hidup bagi orang orang negro.

Semasa kecilnya Malcolm dan keluarganya sering menjadi sasaran penembakan, pembakaran rumah pelecehan dan ancaman lantaran ayahnya adalah anggota UNIA yang militan, hingga semuanya memuncak saat ayahnya dibunuh kelompok rasis kulit putih ketika Malcolm berusia enam tahun.

Kehilangan ayahnya merubah kehidupannya sehingga menjadi anak yang liar. Sekolahnya terputus tatkala usianya mencapai 15 tahun. Selanjutnya jalanan dan germerlap dunia hitam yang membuatnya terjerumus dalam berbagai kehidupan antargank pencurian mariyuana narkotika minuman keras perjudian dan pelacuran baik selagi di kampungnya maupun setelah pindah ke Harlem (wilayah terkenal bagi orang Negro) di New York

Pada usia 20 tahun dia diajukan ke pengadilan atas kasus pencurian dan ditahan hingga berusian 27 tahun. Seperti layaknya narapidana lainnya, banyak keonaran yang dia lakukan di penjara namun dia suka menyendiri di balik kamar tahanannya.

Dia menemukan apa yang dinamakan pencerahan diri mulai dari membaca menulis di dalam penjara Chalestown State. Kemudian terjadi surat-menyurat antara Malcolm dan saudaranya Philbert serta diskusi dengan saudara kandungnya Hilda yang sering mengunjunginya selama dipenjara khususnya mengenai ajaran agama Islam tempat kedua saudaranya adalah pengikut Nation of Islam (NoI). Berawal dari sinilah dia mengenal NoI, masuk Islam dan mengadakan kontak melalui surat-menyurat dengan Mr Elijah Muhammad, pimpinan sekaligus tokoh yang dianggap sebagai utusan Allah oleh pengikut NoI. Berkat Elijah-lah ia memahami ketertindasan dan ketidakadilan yang menimpa ras hitam sepanjang sejarah. Sejak itulah Malcolm X menjadi seorang napi yang kutu buku mulai dari menekuni sastra, agama, bahasa, dan filsafat.

Pada hari pembebasannya Malcolm langsung pergi ke Detroit untuk bergabung dengan kegiatan NoI. Dengan bergabungnya Malcolm, NoI berkembang menjadi organisasi yang berskala nasional. Malcolm sendiri menjadi figur yang terkenal di dunia, mulai dari wawancara di televisi, majalah, dan pembicara di berbagai universitas dan serta forum lainnya. Kepopulerannya terbit berkat kata-katanya yang tegas dan kritis seputar kesulitan yang dialami kaum negro, diskriminasi, dan sikap kekerasan yang ditunjukkan kaum kulit putih terhadap kaummnya.

Namun sayangnya, NoI juga memberikan pandangan-pandangan yang bersikap rasis sehingga ia menolak bantuan apapun dari kalangan kulit putih yang benar-benar mendukung perjuangan antidiskriminasi. Bahkan selama 12 tahun Malcolm mendakwahkan bahwa orang kulit putih adalah iblis dan yang terhormat adalah Elijah Muhammad adalah utusan Allah.

Pandangan tersebut tentu saja bertentangan dengan ajaran Islam sendiri yang tidak membedakan kehormatan dan kehinaan seseorang berdasarkan ras serta tidak ada nabi sesudah Nabi Muhammad SAW.

Pandangan rasis dari NoI membuat Malcolm kemudian menyadari bahwa hal tersebut sebagai sebuah ajaran yang tidak rahmatan lil alamin. Karena hal itu Ia pun keluar dari NoI dan berniat mendirikan organisasi sendiri, selain masalah internal NoI.

Bahkan Malcolm mengatakan, dirinya sering menerima teguran bahwa tuduhan white indicting yang dia lontarkan tidak memiliki dasar dalam perspektif Islam. Di antaranya yang memberikan teguran adalah justru dari kalangan Muslim Timur tengah atau Muslim Afrika Utara. Meski demikian mereka menganggap dia benar-benar memeluk Islam dan mengatakan jika dia berkesempatan mengenal Islam sejati pasti akan memahami ajarannya dan memegang teguh ajarannya.

Setelah melakukan perjalanan ibadah haji dia mendapatkan gambaran yang berbeda dari pandangannya selama ini, apalagi setelah melihat jamaah haji yang berkumpul dari belahan bumi, dari berbagai ras, bangsa dan warna kulit yang semua memuji Tuhan yang satu dan tidak saling membedakan

Beliau berkata, "Pengalaman haji yang saya alami dan lihat sendiri benar benar memaksa saya mengubah banyak pola pikir saya sebelumnya dan membuang sebagian pemikiran saya. Hal itu tidaklah sulit bagi saya." Kata-kata ini sebagai bukti bahwa dirinya mengubah pandangan dari memperjuangkan hak sipil orang negro ke gagasan internasionalisme dan humanisme Islam. Malcolm X pun berganti nama menjadi Haji Malik kemudian berkata:

"Perjalanan haji telah membuka cakrawala berpikir saya dengan menganugerahkan cara pandang baru selama dua pekan di Tanah Suci. Saya melihat hal yang tidak pernah saya lihat selama 39 tahun hidup di Amerika Serikat. Saya melihat semua ras dan warna kulit bersaudara dan beribadah kepada satu Tuhan tanpa menyekutukannya. Benar pada masa lalu saya bersikap benci pada semua orang kulit putih namun saya tidak merasa bersalah dengan sikap itu lagi karena sekarang saya tahu bahwa ada orang kulit putih yang ikhlas dan mau bersaudara dengan orang negro. Kebenaran Islam telah menunjukkan kepada saya bahwa kebencian membabi buta kepada semua orang putih adalah sikap yang salah seperti halnya jika sikap yang sama dilakukan orang kulit putih terhadap orang negro".

Malcolm X akhirnya mendirikan Organization of Afro-American Unity pada 28 Juni 1964. Pada 21 Februari 1965, pada saat akan memberi ceramah di sebuah hotel di New York, Malcolm X tewas diujung peluru tiga orang Afrika-Amerika yang ironisnya dia perjuangkan nilai-nilai dan hak-haknya serta tidak ada yang tahu siapa dan apa di balik kematiannya. Kendati demikian, impian Malcolm X menyebarkan visi antirasisme dan nilai-nilai Islam yang humanis, menggugah kalangan Afro-Amerika dan dunia.

lubang hati

Ku buka mata dan kulihat dunia
Tlah ku terima anugerah cintanya
Tak pernah aku menyesali yang ku punya
Tapi ku sadari ada lubang dalam hati

Ku cari sesuatu yang mampu mengisi lubang ini
Ku menanti jawaban apa yang dikatakan oleh hati...

Apakah itu kamu, apakah itu dia?
Selama ini ku cari tanpa henti
Apakah itu cinta, apakah itu cita
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati(...)?


Ku mengira hanya dialah obatnya
Tapi ku sadari bukan itu yang ku cari

Ku teruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan
Dan ku yakin kau tak ingin aku berhenti...

Apakah itu kamu, apakah itu dia?
Selama ini ku cari tanpa henti
Apakah itu cinta, apakah itu cita
Yang 'kan mengisi lubang di dalam hati

permintaan hati

Artist : Letto

Terbuai aku hilang terjatuh aku dalam
Keindahan penantian

Terucap keraguan hati yang bimbang
Yang terhalang kepastian cinta

Aku hilang
Aku hilang

Tersabut kabut malam terbiasnya harapan
Yang tersimpan sejuta bertuan
Terasa kerinduan hati yang bimbang
Yang terhempas kepastian cinta

Dengarkanlah permintaan hati yang teraniaya sunyi
Dan berikanlah arti pada hidupku
Yang terhempas yang terlepas
Pelukanmu bersamamu dan tanpamu aku hilang selalu

Aku hilang
Aku hilang

Tersabut kabut malam terbiasnya harapan
Yang tersimpan sejuta bertuan
Terasa kerinduan hati yang bimbang
Yang terhempas kepastian cinta

Dengarkanlah permintaan hati yang teraniaya sunyi
Dan berikanlah arti pada hidupku
Yang terhempas yang terlepas
Pelukanmu bersamamu dan tanpamu aku hilang selalu
Bersamamu dan tanpamu aku hilang selalu

Dengarkanlah permintaan hati yang teraniaya sunyi
Dan berikanlah arti pada hidupku
Yang terhempas yang terlepas
Pelukanmu bersamamu dan tanpamu aku hilang selalu
Bersamamu dan tanpamu aku hilang selalu

Sebelum Cahaya

Artist : Letto

Ku teringat hati
Yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi
Engkau tempuh sendiri
Kuatkanlah hati cinta

Ingatkan engkau kepada
Embun pagi bersahaja
Yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkan engkau kepada
Angin yang berhembus mesra
Yang kan membelaimu cinta

Kekuatan hati yang berpegang janji
Genggamlah tanganku cinta
Ku tak akan pergi meninggalkanmu sendiri
Temani hatimu cinta


Ku teringat hati
Yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi
Engkau tempuh sendiri
Kuatkanlah hati cinta

Kamis, 25 November 2010

Mencari Bibi

Pakaian di ruangan itu mulai menggunung. Debu di lantai juga sudah mengganggu kehidupan di dalam rumah. Rumah ini sangat berantakan. Daun yang berguguran dihalaman rumah, membuat pemandangan semakin kumuh. Suasana hening pagi di rumah itu, pergi seiring dengan terdengarnya teriakan Ibu, membangunkan Syifa, “Syifa!! Cepat bangun!!”. Sementara, Syifa yang masih tergeletak di atas kasur bersama buku-bukunya yang berserakan berkata, “uhg, memangnya sudah jam berapa, Bu?” sahutnya sambil mengusap wajah yang masih mengantuk. “sudah jam 6, Syifa!”, kata Ibu masih dengan nada keras. “hahh!! Jam 6 kok gelap banget di luar”, ucapnya terkaget dan langsung masuk ke kamar mandi.

Pukul 6.30 pagi, Syifa siap berangkat ke sekolah. “oh, ya, Bu, dasi Syifa dimana ya?” Tanya Syifa“untung saja sekolahmu dekat, makanya bangun pagi dong, Fa”, kata Ibu sambil menyerahkan dasi kepada Syifa. “Syifa berangkat! Assalamu’alaikum”, ucapnya ketika keluar rumah mengayuh sepeda. Remaja berusia 17 tahun itu, bernama Syifa Ardianti Subroto. Ia dipanggil Syifa. Statusnya adalah siswi di SMA Negeri di Depok. Setiap hari, ia pergi ke sekolah dengan sepeda berwarna ungu, warna favoritnya.

“Fa, akhir-akhir ini, kamu jarang kumpul ekskul. Kenapa?” Tanya Dany, teman sekelasnya yang juga satu ekskul dengan Syifa, Berkebun. “Iya, bahkan, kamu jarang ke kantin bareng kita. Kamu lebih sering diam di dalam kelas, sambil menghabiskan bekal makanan. Ada apa sih, Fa?”, tanya Citra juga. “Maaf banget, belakangan ini aku sering bermimpi tentang Bibi. Aku jadi ingat dia”, jawabnya sebelum akhirnya bel berakhirnya istirahat berbunyi. Perbincangan mereka pun usai disitu, karena guru sudah memasuki kelas. Ibu Anita, guru geografi memasang sebuah peta pulau jawa di dinding. Saat itu, Ibu Anita meminta setiap siswa untuk maju menjelaskan seluk beluk daerah yang diketahuinya, selain daerah Jabodetabek.

Sepulang sekolah, Syifa masih terbayang peta pulau Jawa yang tadi dilihatnya di kelas. Jarak antara Depok dan Purwokerto, ternyata jauh sekali. Sendirian, ia masih melihat rumahnya dalam keadaan tidak rapi. Apalagi, ibu semakin sibuk dengan usaha batik yang sudah buka cabang di Yogyakarta. Seorang anak ‘gedongan’ pun, tak luput dari menyeterika ataupun menyuci piring. ‘And I will always love you’, handphonenya berbunyi. Tanda pangggilan dari Ibu. “Assalamu’alaikum, Bu”, kata Syifa menjawab telepon. “Wa’alaikumsalam, Fa. Ibu sudah berangkat ke Solo nih, naik kereta, mau urus butik. Kamu sudah makan siang, Honey?”, ucap ibu. “Sudah, tadi Syifa makan soto betawi Pak Samsul”, jawabnya dengan nada perlahan, menunjukkan kecewanya karena ia harus sendiri lagi dalam beberapa hari sampai ibu pulang dari Solo. Kemudian, ibu berbicara lagi, “Ibu sayang Syifa. Kamu hati-hati ya, di rumah. Kalau sempat, tolong bantu Ibu menyeterika baju ya, Honey. Uang jajan kamu untuk seminggu, sudah Ibu transfer. Jaga diri ya, sayang. Assalamu’alaikum.” Pembicaraan pun berakhir. Meski sedikit kecewa, karena harus tinggal di rumah sendirian selama seminggu, tapi Syifa mengerti bahwa Ibu juga pasti merasa berat meninggalkannya pergi ke Solo. Ibu juga pasti merasa berat pergi ke Solo sendirian, tanpanya, untuk mengurus satu-satunya sumber penghasilan keluarga, sejak sang ayah meninggal satahun yang lalu. “seandainya saja, bibi masih di sini, aku kan nggak akan sendirian di rumah”, gumamnya dalam hati.

Tiga bulan lalu, bibi masih bekerja di rumahnya. Namun, saat itu penghasilan dari usaha batik Ibu sedang tidak baik. Sebagai penerus usaha batik yang dahulunya dijalankan ayah, Ibu terjebak penipuan yang menyebabkan kerugian berjuta-juta rupiah. Dalam kondisi itu, Ibu tidak punya pilihan lain, selain memberhentikan bibi secara baik-baik, karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan untuk membayar gaji bibi. Sejak bibi berhenti bekerja dan pulang kampung, rumah pun jadi kurang terurus, mengingat ibu cukup sibuk mengembalikan usaha batik dan sering bolak-balik Depok-Solo.

Suatu sore, Harun menelpon Syifa yang sedang baru saja selesai menyuci pakaian. “Assalamu’alaikum, Fa. Bagaimana keadaan di rumah?”, ucap Harun membuka percakapan mereka di telepon. “Masih berantakan”, jawab Syifa. “Ibu kapan pulang? Tugas biologi dan sejarah sudah dikerjakan? Mau aku bantu?”, tanya Harun lagi. “Maaf ya Harun, aku belum sempat mengerjakan tugas biologi kita itu. Tugas sejarah sudah selesai. Ibu sepertinya pulang tiga hari lagi. Mau! Mau! Mau! Kamu ke rumah aku dong, ajak juga Dany dan Citra, Ya! Biar ramai,” jawab Syifa dengan antusias. “Oke! Kalau begitu, besok, aku ke sana jam 10 pagi, Ya!”, ucap Harun.

Sabtu pagi, jam 10, Harun, Dany, dan Citra datang ke rumah Syifa. Karena begitu antusias menemui mereka bertiga, Syifa sudah standby di teras dan membukakan pintu gerbang ketika mereka tiba, agar mobil Dany bisa langsung diparkirkan di garasi. “Syifaa!!”, teriak Citra dengan ceria, selepas turun dari mobil. Syifa dan Citra kemudian berpelukan dan sedikit berjingkrak-jingkrak. Sementara, Harun dan Dany melepas tawa menyaksikannya. Mereka semua pun segera masuk ke dalam rumah. Begitu berada di dalam rumah, Harun, Dany, dan Citra terpaku memandangi isi rumah, dan Dany berkata, “Fa, parah banget! Rumah ini benar-benar berantakan. Harus kerja keras nih, kita hari ini”. “Siap! Untuk Syifa yang baik hati ini, aku siap membantu”, sahut Citra. Tanpa banyak bicara, Harun dan Dany segera membersihkan juga merapihkan ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dan halaman. Sedangkan Syifa dan Citra, membersihkan juga merapihkan kamar tidur, dapur, dan menyeterika pakaian. Sekitar pukul 2 siang, mereka selesai. Dengan wajah sumringah, Syifa berkata, “Wah, Citra, Dany, Harun! Sekarang rumah benar-benar rapih dan bersih lagi. Terima kasih banyak untuk bantuan kalian. Kalau begitu, kita pergi makan, Yuk!” “Tadi, aku sudah pesan pizza delivery order, sebentar lagi juga datang. Kita tunggu saja”, sahut Harun yang disusul dengan sorak Citra, “Asiik!”.

Sambil duduk-duduk di ruang tamu, menunggu pizza datang, mereka berbincang-bincang mengenai keadaan Syifa saat ini. Karena, selain harus membiasakan diri mengurus rumah yang luas itu, sepertinya Syifa juga merasa kesepian akibat sering ditinggal Ibu pergi mengurus butik. Bukan hanya itu, mereka juga mengkhawatirkan Syifa, jika sendirian di rumah seluas 1000m2 itu. “Kenapa kita tidak mencari bibi baru saja?”, usul Citra. “Nah, ide bagus, tuh!”, tandas Dany.

“hmm, apa ibu kamu setuju, kalau ada pembantu lagi di rumah?”, tanya Harun. “Aku rasa, provit butik sudah kembali normal dan sepertinya ibu akan setuju saja, karena sudah ada budget menggaji pembantu lagi. Tapi, tentang pembantu, ibu sangat selektif”, jawab Syifa. Pizza datang, Dany pun segera keluar teras untuk mengambilnya. Pembicaraan masih berlanjut, sambil menyantap pizza. Syifa memulai ceritanya tentang alas an keselektifan ibu yang cenderung ketat terhadap pembantu, “sepuluh tahun lalu, di rumah ini ada seorang pembantu bernama Sumi. Baru bekerja lima bulan, ia sudah meminta naik gaji. Padahal gaji yang diberikan, aku rasa sudah sangat mencukupi kehidupan keluarganya di kampong halaman. Dan ia juga bukan tulang punggung di keluarganya. Karena tidak disetujui untuk naik gaji, ia mencuri sebuah kamera digital. Untungnya, perbuatannya ketahuan oleh satpam yang memergoki ia berada di toko elektronik di depan komplek, hendak menjual kamera digital. Tapi, karena ayah dan ibu tidak ingin repot mempanjang urusan, maka ia dilaporkan dan dikembalikan ke agen penyalurnya. Kami pun mencari pembantu lagi melalui agen lain. Dan hanya dua hari berselang, kami mendapatkan pembantu baru bernama Inah. Selama setahun bekerja di rumah ini, Inah benar-benar terampil mengurus rumah. Oleh karena itu, ia sering diberi tunjangan bulanan oleh ibu. Sampai suatu ketika, ada seorang lelaki, yang mengaku sebagai suami Inah, datang. Ternyata, Inah tidak diijinkan bekerja oleh suaminya itu. Lalu, Inah dipaksa pulang ke kampong halamannya saat itu juga.

Setelah Inah pergi, seminggu kemudian datang pembantu bernama Yeyen. Waktu itu, ia masih berumur 16 tahun. Meskipun hasil kerjanya tidak sebaik Inah, tapi Yeyen cukup penurut dan cepat tanggap ketika diberitahu. Yeyen cukup lama bekerja disini, yaitu hampir tiga tahun. Aku juga cukup akrab dengannya, karena aku cukup sering ajak Yeyen ke mall. Tetapi, sejak sering aku ajak ke mall, Yeyen menjadi bertingkah genit kepada mas-mas ojek maupun penjual somay yang sering lewat depan rumahku. Kalau sore-sore ia menganggur, ia langsung jalan-jalan sama mas-mas ojek atau main sama penjual somay. Semakin hari, semakin parah saja. Ia bahkan pernah tidak pulang, dan mengakunya menginap di rumah penjual somay di perumahan kampung belakang komplek. Karena itu, ibu memberhentikan Yeyen dari sini.”

bersambung ...

Minggu, 14 November 2010

Perjalanan pulang

Malam itu, Tari baru saja pulang dari rumah sakit, setelah selesai mengunjungi anak-anak penderita kanker. Waktu menunjukkan hampir jam 9 malam. Ia pun mengemudikan mobilnya masuk ke jalur TOL, untuk mempersingkat waktu perjalanan. Di tengah hujan, ia melaju cukup kencang. Namun, tiba-tiba terdengar suara keras dari bagian belakang mobil. Mobil pun dihentikan dan ia keluar untuk mengecek keadaan. Ternyata, ban mobil bocor. "Astagfirullah, tega banget nih orang yang sebar paku dijalan", ucapnya sambil memandangi ban mobilnya yang kempes total. Ayah dan Ibu pergi ke Bandung tadi pagi, menghadiri pernikahan sepupunya disana. Hujan bertambah deras pula. Dan jalan tol semakin sepi. Ditambah lagi, ban cadangan pun kempes. Bagai jatuh tertimpa tangga, Tari benar-benar kalut, harus bagaimana lagi sekarang. Beberapa saat melamun, ada seorang wanita yang menghampiri jendela mobilnya. Wanita itu mengetuk jendela. Karena dilihatnya aman, Tari keluar dari mobil menemui wanita itu. Wanitu itu bertanya, "ada apa, Mbak? mobilnya mogok ya?" "bukan, ban mobilnya bocor", jawabnya. Wanita itu berkata lagi, "dibalik tembok tol itu rumah saya, mbak mau mampir? sekadar meminum teh? sepertinya disini dingin." "Kalau tidak merepotkan, bolehlah," sahutnya. Kemudian mereka berdua pergi meninggalkan mobil menuju rumah wanita itu.

"ohya,, saya Gita, Mbak. Disini saya tinggal dengan suami saya. Tapi ia belum pulang kerja. Mbak?" kata wanita itu memecah keheningan dibalik gemuruh angin dan hujan.
"saya Tari," singkat mengenalkan diri.
Gita, wanita itu, kemudian menyuguhkan teh kepada Tari, sambil bertanya lagi, "malam-malam begini baru pulang mbak? memang habis dari mana?"
Sambil memegang cangkir teh yang diberikan kepadanya, Tari menjawab, "terima kasih, saya baru pulang dari rumah sakit tadi."
"kenapa tidak minta jemput sama pacarnya mbak?" tanya Gita.
Sontak, hampir saja Tari tersedak teh yang sedang diminumnya. Lalu ia berkata terbata,"eh,hm, saya tidak punya pacar Mbak." Kemudian ia tersenyum pada Gita. "wajar saja, seorang Gita yang sudah bersuami bertanya seperti itu padaku", pikir Tari. "tapi, sekarang, bagaimana caraku untuk pulang ya? Sementara, Ayah dan Ibu sedang ke Bandung." lanjut Tari dalam pikirannya. Ia kemudian mengeluarkan handphone dari dalam tas. Melihat-lihat nama orang-orang yang kiranya dapat membantunya saat ini. Hingga, ia melihat nama Kelvino. Ia pun mencoba menelepon Vino. "Vin, apakah kamu sedang sibuk?" tanya Tari. Vino menjawab, "ehm, tidak juga, aku hanya sedang baca buku. Memangnya kenapa, Tari?". Meskipun merasa agak sungkan, namun Tari tetap menceritakan kondisi ban mobilnya yang bocor di tol. Dan Vino pun segera berangkat menghampiri Tari.

Tiga puluh menit kemudian, Vino datang dan mengganti ban mobil Tari dengan ban cadangan mobilnya, karena memang mobil mereka berdua bertipe sama. Setelah Vino selesai mengganti ban, Tari pamit pulang dengan Gita, "Terima kasih ya, sudah menemani saya dan atas ajakannya ke rumah". "Sama-sama mbak. Untung temannya langsung datang ya! Hati-hati diperjalanannya", sahut Gita. "Terima kasih Vino dan maaf jadi merepotkan", ucap Tari kepada Vino. Vino menjawab, "Selama aku masih bisa bantu, nggak masalah kok!"
Tari dan Vino melanjutkan perjalanan mereka, pulang ke rumah masing-masing.

Sabtu, 13 November 2010

Mengunjungi Rumah Sakit Kanker

Di pagi yang cerah ini, Tari masih merenung di atas kasurnya. Melamun tanpa arah. Memandangi cahaya matahari yang menembus jendela. Kemudian ia teringat akan skripsinya yang sedang menunggu untuk diselesaikan. Sehingga, ia beranjak bersiap diri. Tari akan pergi ke sebuah rumah sakit khusus kanker, melakukan penelitiannya terhadap anak-anak dibawah 10 tahun yang menderita kanker.

Pukul 9 pagi, Tari sudah siap mengeluarkan mobilnya dari garasi. Dari teras, Ibu memandanginya dan berkata, "hari ini kamu ke rumah sakit, Ri?" Sambil berjalan menghampiri ibu, ia menjawab, "iya, Bu. Mulai hari ini, Tari akan sering ke rumah sakit." "Kalau begitu, bawalah buah tangan untuk anak-anak disana." "nanti aku belikan di supermarket dekat rumah sakit," jawab Tari. Lalu, ia berpamitan dan berangkat ke rumah sakit.

Jakarta di pagi hari, masih berkelut dengan kemacetan jalan. Terjebak kemacetan adalah hal lumrah, juga bagi Tari. Tapi rupanya, ia masih memikirkan oleh-oleh yang ingin ia berikan kepada anak-anak di rumah sakit. Setibanya di supermarket, ia menelepon Kelvin, untuk sekadar meminta saran.
Tari : "Halo, Vin. Ini aku, Tari."
Kelvin : "Oh, iya. Ada apa, Tari?"
Tari : "Begini, aku mau minta saran. Anak-anak penderita kanker di rumah sakit itu, kira-kira akan senang jika dibelikan apa ya, vin?"
Kelvin : "hmm, aku rasa mereka senang diberikan mainan"

Menjalani hidup sebagai anak penderita kanker, sepertinya sudah menjadikan mereka terbiasa dengan bau rumah sakit. Atau bisa dibilang, waktu mereka lebih banyak mereka habiskan disana daripada di rumah. Jangankan untuk pergi ke sekolah, bermain saja mereka di rumah sakit. Sementara, rumah sakit yang ada, belum memfasilitasi mereka bermain dan belajar. Sehingga, menghibur anak-anak penderita kanker tersebut harus sering-sering dilakukan agar mereka tetap punya semangat hidup serta semangat untuk sembuh. Kemudian, Tari membelikan beberapa bonek, buku cerita, serta puzzle untuk mereka.

Setibanya disana, Tari menemui manager rumah sakit terlebih dahulu, namanya Pak Dibyo. Pak Dibyo menyambutnya dengan baik. Sepertinya, beliau paham betul bahwa anak-anak di rumah sakit ini akan senang bertemu dengan Tari. Pak Dibyo bertanya, "Anda membawa banyak sekali barang ditangan, sementara tas Anda juga terlihat besar dan penuh. Sebenarnya, apa saja yang Anda bawa?" Tari menunjukkan bahwa yang ditangannya itu beberapa barang yang ia beli di supermarket tadi, sambil malu-malu, ia menjelaskan pula bahwa ia juga membawa laptop beserta speakernya dan camera digital di dalam tasnya. Ia persiapkan beberapa film untuk ditonton bersama anak-anak. Kedatangannya ke rumah sakit seperti hanya untuk senang-senang saja bersama anak-anak. Tersirat bahwa Tari lupa bahwa ia sedang melakukan penelitian untuk skripsinya. Namun, Pak Dibyo justru semakin tersenyum mendengar penjelasan Tari, lalu berkata, "Saya yakin, kamu akan sangat bersenang-senang dengan mereka, tunjukkanlah bahwa kedatanganmu ini membawa kegembiraan untuk mereka".

Tari pun berjalan menuju ruang rawat inap anak-anak penderita kanker. Sambil menghirup napas panjang dan berdiri di depan ruangan, Tari kemudian membuka pintu ruangan secara perlahan. Ketika pintu sudah terbuka, ia melihat anak-anak sedang duduk rapi memperhatikan seorang pria sedang bercerita dihadapan mereka. Begitu ia masuk, suara langkah sepatu yang ia kenakan, mengalihkan perhatian anak-anak. Seorang anak berkata, "Teman-teman, kak Tari sudah datang"! Kemudian, semua anak-anak menghampiri Tari, meninggalkan pria yang bercerita tadi, dan satu per satu anak-anak itu memperkenalkan diri kepadanya, "Aku Jun", "Nama saya Gina", "Saya Rita, Kak", dan masih banyak lagi. Terlihat anak-anak itu bersemangat menyambutnya. Tari senang, bisa bertemu mereka dan langsung membagikan buah tangan yang ia beli. Sampai ia sadar, bagaimana mereka bisa tau namanya sebelum ia memperkenalkan diri? Dan pria yang sedang bercerita tadi yang masih duduk dikursinya itu siapa ya? Kemudian, Tari menghampiri pria itu, yang sedang menatap pemandangan ke luar jendela gedung rumah sakit lantai 9, berkata, "Permisi, maaf bila kedatangan saya mengganggu cerita Anda kepada anak-anak". Pria itu menoleh kepada Tari dan berkata, "iya, tidak apa-apa kok, Tari". Tari terkejut, karena ternyata pria itu adalah Kelvino.