Di pagi yang cerah ini, Tari masih merenung di atas kasurnya. Melamun tanpa arah. Memandangi cahaya matahari yang menembus jendela. Kemudian ia teringat akan skripsinya yang sedang menunggu untuk diselesaikan. Sehingga, ia beranjak bersiap diri. Tari akan pergi ke sebuah rumah sakit khusus kanker, melakukan penelitiannya terhadap anak-anak dibawah 10 tahun yang menderita kanker.
Pukul 9 pagi, Tari sudah siap mengeluarkan mobilnya dari garasi. Dari teras, Ibu memandanginya dan berkata, "hari ini kamu ke rumah sakit, Ri?" Sambil berjalan menghampiri ibu, ia menjawab, "iya, Bu. Mulai hari ini, Tari akan sering ke rumah sakit." "Kalau begitu, bawalah buah tangan untuk anak-anak disana." "nanti aku belikan di supermarket dekat rumah sakit," jawab Tari. Lalu, ia berpamitan dan berangkat ke rumah sakit.
Jakarta di pagi hari, masih berkelut dengan kemacetan jalan. Terjebak kemacetan adalah hal lumrah, juga bagi Tari. Tapi rupanya, ia masih memikirkan oleh-oleh yang ingin ia berikan kepada anak-anak di rumah sakit. Setibanya di supermarket, ia menelepon Kelvin, untuk sekadar meminta saran.
Tari : "Halo, Vin. Ini aku, Tari."
Kelvin : "Oh, iya. Ada apa, Tari?"
Tari : "Begini, aku mau minta saran. Anak-anak penderita kanker di rumah sakit itu, kira-kira akan senang jika dibelikan apa ya, vin?"
Kelvin : "hmm, aku rasa mereka senang diberikan mainan"
Menjalani hidup sebagai anak penderita kanker, sepertinya sudah menjadikan mereka terbiasa dengan bau rumah sakit. Atau bisa dibilang, waktu mereka lebih banyak mereka habiskan disana daripada di rumah. Jangankan untuk pergi ke sekolah, bermain saja mereka di rumah sakit. Sementara, rumah sakit yang ada, belum memfasilitasi mereka bermain dan belajar. Sehingga, menghibur anak-anak penderita kanker tersebut harus sering-sering dilakukan agar mereka tetap punya semangat hidup serta semangat untuk sembuh. Kemudian, Tari membelikan beberapa bonek, buku cerita, serta puzzle untuk mereka.
Setibanya disana, Tari menemui manager rumah sakit terlebih dahulu, namanya Pak Dibyo. Pak Dibyo menyambutnya dengan baik. Sepertinya, beliau paham betul bahwa anak-anak di rumah sakit ini akan senang bertemu dengan Tari. Pak Dibyo bertanya, "Anda membawa banyak sekali barang ditangan, sementara tas Anda juga terlihat besar dan penuh. Sebenarnya, apa saja yang Anda bawa?" Tari menunjukkan bahwa yang ditangannya itu beberapa barang yang ia beli di supermarket tadi, sambil malu-malu, ia menjelaskan pula bahwa ia juga membawa laptop beserta speakernya dan camera digital di dalam tasnya. Ia persiapkan beberapa film untuk ditonton bersama anak-anak. Kedatangannya ke rumah sakit seperti hanya untuk senang-senang saja bersama anak-anak. Tersirat bahwa Tari lupa bahwa ia sedang melakukan penelitian untuk skripsinya. Namun, Pak Dibyo justru semakin tersenyum mendengar penjelasan Tari, lalu berkata, "Saya yakin, kamu akan sangat bersenang-senang dengan mereka, tunjukkanlah bahwa kedatanganmu ini membawa kegembiraan untuk mereka".
Tari pun berjalan menuju ruang rawat inap anak-anak penderita kanker. Sambil menghirup napas panjang dan berdiri di depan ruangan, Tari kemudian membuka pintu ruangan secara perlahan. Ketika pintu sudah terbuka, ia melihat anak-anak sedang duduk rapi memperhatikan seorang pria sedang bercerita dihadapan mereka. Begitu ia masuk, suara langkah sepatu yang ia kenakan, mengalihkan perhatian anak-anak. Seorang anak berkata, "Teman-teman, kak Tari sudah datang"! Kemudian, semua anak-anak menghampiri Tari, meninggalkan pria yang bercerita tadi, dan satu per satu anak-anak itu memperkenalkan diri kepadanya, "Aku Jun", "Nama saya Gina", "Saya Rita, Kak", dan masih banyak lagi. Terlihat anak-anak itu bersemangat menyambutnya. Tari senang, bisa bertemu mereka dan langsung membagikan buah tangan yang ia beli. Sampai ia sadar, bagaimana mereka bisa tau namanya sebelum ia memperkenalkan diri? Dan pria yang sedang bercerita tadi yang masih duduk dikursinya itu siapa ya? Kemudian, Tari menghampiri pria itu, yang sedang menatap pemandangan ke luar jendela gedung rumah sakit lantai 9, berkata, "Permisi, maaf bila kedatangan saya mengganggu cerita Anda kepada anak-anak". Pria itu menoleh kepada Tari dan berkata, "iya, tidak apa-apa kok, Tari". Tari terkejut, karena ternyata pria itu adalah Kelvino.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar