Minggu pagi, 29 Mei 2011
Rencana awalnya, aku pergi ke rumah Adrie Subono jam 7 pagi dengan mengajak satu adikku atau seorang teman. Seiring waktu berlalu, berdasarkan info-info dari temanku, aku putuskan berangkat subuh-subuh. Dan kemarin, aku pergi sekitar jam 5.30 am. Ini adalah pertama kalinya aku beli tiket konser artis luar negri SENDIRI dan SENDIRIAN. Kenapa sendirian? Karena temanku Arini tiba-tiba saja batal pergi dan adik-adikku tiba-tiba menolak pergi pagi itu. Namun, aku tetap berangkat mengemudikan mobilku melewati jalan raya Ciledug menuju Pondok Indah.
Jalanan di daerah Pondok Indah cukup sepi dan lancar, meskipun aku sempat tersendat macet di jalan Raya Ciledug yang mengarah ke pasar Kebayoran Lama. Tiba di Pondok Indah sekitar jam 6 lewat 15 menit, aku tak langsung dapat menemukan rumah om Adrie (panggilan akrab Adrie Subono bagi anak muda), pemilik Javamusikindo itu. Setelah sedikit bekeliling, salah jalan, dan bertanya pada petugas penjaga perumahan, aku pun tiba di rumah om Adrie sekitar jam 6.30am. Saat itu, aku melihat sudah banyak sekali orang lalu-lalang dan mobil-mobil melintas maupun parkir. Setelah kuparkirkan mobil di tempat yang diarahkan petugas Java, aku berjalan lagi sedikit ke sebuah rumah besar bercat merah muda dan di depan rumahnya didirikan tenda putih yang berisi jajaran bangku.
Dengan modal tekad dan semangat, clingak-clinguk mencari sumber yang menjadi pusat pengambilan nomor antrian pembelian tiket. Beberapa menit kemudian, aku sadari bahwa sumber yang ku cari tidak ada. Lalu, aku tanyakan pada petugas Java yang berpakaian serba hitam, yang saat itu sedang membersihkan jalanan dari sampah yang berserakan. Aku bertanya, "maaf Pak, pengambilan nomor antrian beli tiketnya disebelah mana ya?". Bapak itu menjawab, "Udah abis". Sontak aku kaget campur panik dan spontan aku berkata, "hah! udah abis Pak?!" Ia menjawab, "iya, udah abis dari jam 3. Orang sudah pada datang ke sini sejak kemarin sore." Oh My God, Ya Allah, kalau nomor antriannya saja aku tidak punya, bagaimana mau beli tiket. Sedangkan, di sana tak satu orang pun aku kenal, untuk dimintai tolong.
Aku telpon kakakku nan jauh di mata dan memberikan kabar buruk tersebut. Tak ku sangka, respon darinya kira-kira seperti ini, "eh, kamu coba kenalan sama siapa kek gitu, Ri." Sebuah kalimat imbauan yang sulit untuk aku realisasikan. Tapi, untungnya seorang teman dari temanku Arini bisa aku temui di sana. Aku pun berkenalan dengan Ajeng dan seorang temannya yang aku lupa namanya. Kemudian, tanpa basa basi, aku ceritakan padanya tentang keinginanku membeli dua buah tiket konser, namun kehabisan nomor antrian. Aku bermaksud untuk menitip (meminta tolong belikan) dua tiket pada Ajeng. Karena, setahuku (berdasarkan cerita Arini), Ajeng hanya hendak beli dua tiket saja. Sedangkan, untuk satu nomor antrian, seseorang boleh membeli tiket maksimal 4 buah. Itu artinya, Ajeng masih bisa membelikan dua buah tiket untukku dan kakakku.
Sungguh tak ku duga, Ajeng justru memberikan sebuah kartu nomor antrian yang dimilikinya, kepadaku. Ia bilang, ia punya dua nomor antrian dan ia hanya hendak membeli 4 tiket. Alhamdulillah. Aku bersyukur bisa memiliki nomor antrian 379 dan langsung mengabarkannya ke kakakku via telepon. Aku pun berbincang-bincang dengan Ajeng dan temannya, sambil duduk di rerumputan di samping pagar rumah om Adrie.
Ketika berbincang-bincang bertiga, ternyata si om Adrie keluar rumahnya berdiri di dekat pagar (dari dalam) dan dekat tempat kami duduk-duduk (di luar). Sekitar pukul 8, ada dua anak perempuan (yang aku prediksi seusia siswa smp) menghampirinya, menanyakan nomor antrian. Om Adrie menjawab bahwa nomor antriannya sudah habis dan ia mengimbau untuk beli via online di jam 10 nanti. Lalu, ada seorang lelaki kurus bertopi, berpakaian rapi dengan kemejanya menghampiri om Adrie. Ia menanyakan kemungkinan tiket yang akan ia dapatkan, dengan nomor antriannya yang sekitar diatas 200. Sependengaranku, om Adrie menjawab bahwa lelaki itu kemungkinan mendapat tiket yang Normal (harganya 450 sampai 500 ribu rupiah). Hal itu cukup mengagetkanku. Karena, tujuanku saat itu hanya untuk membeli tiket Presale (harganya 300 sampai 400 ribu rupiah) dan aku juga hanya membawa uang kurang dari 900ribu.
Lagi-lagi, aku panik dan bingung. Bagaimana ini? Uangku pas-pas-an, malah kurang. Tapi, di sisi lain, kakakku sangat berharap bisa nonton konser owlcity. Aku telpon lagi kakakku nan jauh di mata, memberitahukan kabar tersebut. Aku tidak langsung menyerah begitu saja. Aku katakan pada kakakku, untuk mencoba cari tahu dari internet tentang penentuan kuota tiket Presale. Dan aku tanyakan kepada petugas Java lainnya yang kebetulan mondar-mandir di depanku, mengatur parkir mobil yang datang. Ternyata, jawabannya hampir sama dengan yang dikatakan om Adrie. Awalnya, aku bertekad tetap menunggu hingga waktu pembelian tiket untuk nomor antrian 1-100 dibuka, dan berharap masih bisa dapat tiket Presale. Namun setelah beberapa kali menimbang-nimbang, aku putuskan pulang saja. Aku kembalikan nomor antrian ke Ajeng dan aku tidak jadi membeli tiket owlcity, karena besar kemungkinan tidak akan kebagian tiket Presale.
Ya, aku pulang, meninggalkan keramaian rumah Adrie Subono menuju Setia Budi, rumah nenekku. Begitulah, a moment get closer to Owlcity yang aku alami. Sebuah pengalaman menarik bagiku. Walau akhirnya, aku dan kakakku batal nonton konser Owlcity bulan Oktober mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar